Silampukau - Dosa, Kota, & Kenangan ( full album )
Tracklist:
01 Balada Harian 00:00
02 Si Pelanggan 03:40
03 Puan Kelana 07:34
04 Bola Raya 11:21
05 Bianglala 14:54
06 Lagu Rantau (Sambat Omah) 18:36
07 Doa 1 22:22
08 Malam Jatuh Di Surabaya 26:20
09 Sang Juragan 29:11
10 Aku Duduk Menanti 31:54
Grup musik duo Indonesia asal Surabaya yang digawangi oleh Eki dan Kharis dibentuk pada tahun 2009, Silampukau mengusung genre folk. Yang membedakan mereka dari band folk lainnya, semacam Payung Teduh, adalah mayoritas lirik lagunya yang bercerita tentang kehidupan orang biasa di Surabaya.
Awalnya, Eki memiliki proyek musik dengan temannya, dan mengajak Kharis untuk featuring. Tak dinyana, teman Eki tersebut tidak bisa hadir, dan belakangan memutuskan untuk keluar. Akhirnya, Eki meneruskan proyek tersebut dengan Kharis. Di tahun itu pula mereka mengeluarkan EP Sementara. Namun, pada 2010, mereka memutuskan untuk vakum karena merasa kehabisan ide dengan lagu yang itu-itu saja. Kharis pun malah memutuskan keluar dari musik dan memulai pekerjaan kantoran.
Setelah dua tahun vakum, akhirnya di tahun 2013 mereka memutuskan untuk menseriusi kembali musik mereka. Dan hasilnya pada bulan April 2015 Silampukau mengeluarkan album pertama yang mereka beri judul "Dosa, Kota, dan Kenangan" yang berisi 10 lagu.
Bagi mereka, lagu-lagu yang bertemakan sosial tersebut adalah lebih ke arah penuturan tentang kehidupan sehari-hari masyarakat Surabaya, tanpa bermaksud untuk meneriakkan pesan tertentu. Mereka senang bertemu dan mengobrol dengan warga Surabaya di manapun mereka bertemu: terminal, stasiun, pinggir jalan, warung kopi, dll. Dari obrolan itulah ide lagu-lagu mereka datang.
Karena mengangkat obrolan di warung kopi itulah, Kharis dan Eki mengaku tidak pernah berupaya mengadvokasi dan mewakili suatu kaum di kota.
Selain tema lagu yang rasanya belum pernah dibawakan musisi lainnya, tentu saja yang luar biasa dari mereka adalah lirik dan musiknya. Seperti puisi, liriknya sarat dengan pesan-pesan. Meskipun sederhana, namun musik mereka terdengar sangat indah.
Alasan mengapa mereka seperti mengkhususkan diri Surabaya, ini karena mereka tumbuh besar di sana dan merasa Surabaya sebagai rumah sendiri. Lalu mengapa tidak mengangkat keseharian kota terbesar kedua di Indonesia tersebut sebagai lagu.
Mengalunkan musik sendu dengan lirik-lirik kritis. Penampilan duo Kharis Junandharu dan Eki Tresnowening menjadi khas karena hampir semua lagu bergenre folk yang mereka bawakan itu bercerita tentang Surabaya. Mulai permasalahan sosial, suasana kota, hingga perempuan penghiburnya. Inilah Silampukau.
Frame yang diambil mulai dari penjual miras, anak-anak yang kehilangan tempat bermain bola, para perantau, THR Surabaya, hingga tentang bekas lokalisasi terbesar di Asia tenggara: Dolly.
Tracklist:
01 Balada Harian 00:00
02 Si Pelanggan 03:40
03 Puan Kelana 07:34
04 Bola Raya 11:21
05 Bianglala 14:54
06 Lagu Rantau (Sambat Omah) 18:36
07 Doa 1 22:22
08 Malam Jatuh Di Surabaya 26:20
09 Sang Juragan 29:11
10 Aku Duduk Menanti 31:54
Grup musik duo Indonesia asal Surabaya yang digawangi oleh Eki dan Kharis dibentuk pada tahun 2009, Silampukau mengusung genre folk. Yang membedakan mereka dari band folk lainnya, semacam Payung Teduh, adalah mayoritas lirik lagunya yang bercerita tentang kehidupan orang biasa di Surabaya.
Awalnya, Eki memiliki proyek musik dengan temannya, dan mengajak Kharis untuk featuring. Tak dinyana, teman Eki tersebut tidak bisa hadir, dan belakangan memutuskan untuk keluar. Akhirnya, Eki meneruskan proyek tersebut dengan Kharis. Di tahun itu pula mereka mengeluarkan EP Sementara. Namun, pada 2010, mereka memutuskan untuk vakum karena merasa kehabisan ide dengan lagu yang itu-itu saja. Kharis pun malah memutuskan keluar dari musik dan memulai pekerjaan kantoran.
Setelah dua tahun vakum, akhirnya di tahun 2013 mereka memutuskan untuk menseriusi kembali musik mereka. Dan hasilnya pada bulan April 2015 Silampukau mengeluarkan album pertama yang mereka beri judul "Dosa, Kota, dan Kenangan" yang berisi 10 lagu.
Bagi mereka, lagu-lagu yang bertemakan sosial tersebut adalah lebih ke arah penuturan tentang kehidupan sehari-hari masyarakat Surabaya, tanpa bermaksud untuk meneriakkan pesan tertentu. Mereka senang bertemu dan mengobrol dengan warga Surabaya di manapun mereka bertemu: terminal, stasiun, pinggir jalan, warung kopi, dll. Dari obrolan itulah ide lagu-lagu mereka datang.
Karena mengangkat obrolan di warung kopi itulah, Kharis dan Eki mengaku tidak pernah berupaya mengadvokasi dan mewakili suatu kaum di kota.
Selain tema lagu yang rasanya belum pernah dibawakan musisi lainnya, tentu saja yang luar biasa dari mereka adalah lirik dan musiknya. Seperti puisi, liriknya sarat dengan pesan-pesan. Meskipun sederhana, namun musik mereka terdengar sangat indah.
Alasan mengapa mereka seperti mengkhususkan diri Surabaya, ini karena mereka tumbuh besar di sana dan merasa Surabaya sebagai rumah sendiri. Lalu mengapa tidak mengangkat keseharian kota terbesar kedua di Indonesia tersebut sebagai lagu.
Mengalunkan musik sendu dengan lirik-lirik kritis. Penampilan duo Kharis Junandharu dan Eki Tresnowening menjadi khas karena hampir semua lagu bergenre folk yang mereka bawakan itu bercerita tentang Surabaya. Mulai permasalahan sosial, suasana kota, hingga perempuan penghiburnya. Inilah Silampukau.
Frame yang diambil mulai dari penjual miras, anak-anak yang kehilangan tempat bermain bola, para perantau, THR Surabaya, hingga tentang bekas lokalisasi terbesar di Asia tenggara: Dolly.
Category
🎵
Musik