Melintasi 35 negara dengan mobil selama setahun menjadi impian keluarga Koudijs. Eelco Koudijs, Vreyedta Ilfia, Raneeshya Abelona, dan Bramantyo Aditya memulai perjalanan panjang mereka dari Pontianak, Kalimantan Barat, sejak 13 Juli 2018. Mobil mereka meluncur selama tujuh jam di Jalan Trans Kalimantan menuju perbatasan Indonesia–Malaysia di Entikong.
Eelco dan Vreyedta bergantian menyetir mobil ke Kuching, Malaysia yang ditempuh selama dua jam dari Entikong, Kalimantan Barat. Selain mengunjungi Waterfront City, mereka juga menyaksikan Rainforest World Music Festival 2018 di Serawak Cultural Village, sebuah taman dengan rumah sembilan Suku Dayak di dalamnya. Para pemusik dari berbagai belahan dunia tampil, dari Flamenco –Spanyol, musisi Rajahstan, sampai bersenandung bareng Rasa Sayange, sebuah lagu Indonesia yang sempat diklaim milik Malaysia. Destinasi mereka berikutnya di Kuching adalah Semenggoh Wildlife Centre, tempat penyelamatan orang utan dari tangan-tangan jahil manusia, lalu dilepas kembali ke hutan setelah bisa beradaptasi dengan lingkungan rimba.
Setelah sehari transit di kota tua, Melaka, untuk mengunjungi bangunan-bangunan antik seperti Saint Paul’s Church, Stadthuis, serta Cheng Hoon Teng, mereka ke Kuala Lumpur buat mengurus visa Kyrgyzstan yang tak ada kedutaan besarnya di Indonesia. Aneka makanan di Ibu Kota Malaysia merekam multikulturalisme di lidah dengan nasi ayam Hainan (Cina), roti cane (Melayu), atau martabak (India). Keragaman budaya Negeri Jiran yang multietnik terlihat pula dari berbagai ritus agama di tempat ibadah, dari kuil Hindu, vihara Buddha, hingga Masjid Jamek yang berdampingan secara damai.
Sesudah enam jam menempuh perjalanan dari Kuala Lumpur ke Penang, mereka melanjutkan perjalanan ke perbatasan Malaysia-Thailand selama tiga jam. Namun, Negeri Gajah itu tidak membolehkan mobil dari luar negeri, kecuali Malaysia, Singapura, Laos, serta Kamboja, tanpa mengurus izinnya terlebih dahulu. Keluarga Koudijs tidak mengurus izin lantaran membutuhkan 15 hari kerja, biayanya mahal ($1.500), dan mensyaratkan pemandu yang berhubungan dengan agen perjalanan. Alhasil mereka sempat hendak camping di areal parkir perbatasan, sebelum diusir petugas imigrasi Thailand. Setelah seorang teman yang tinggal di Pattaya mengusulkan pindah perbatasan, mereka baru lolos masuk Thailand.
Eelco dan Vreyedta bergantian menyetir mobil ke Kuching, Malaysia yang ditempuh selama dua jam dari Entikong, Kalimantan Barat. Selain mengunjungi Waterfront City, mereka juga menyaksikan Rainforest World Music Festival 2018 di Serawak Cultural Village, sebuah taman dengan rumah sembilan Suku Dayak di dalamnya. Para pemusik dari berbagai belahan dunia tampil, dari Flamenco –Spanyol, musisi Rajahstan, sampai bersenandung bareng Rasa Sayange, sebuah lagu Indonesia yang sempat diklaim milik Malaysia. Destinasi mereka berikutnya di Kuching adalah Semenggoh Wildlife Centre, tempat penyelamatan orang utan dari tangan-tangan jahil manusia, lalu dilepas kembali ke hutan setelah bisa beradaptasi dengan lingkungan rimba.
Setelah sehari transit di kota tua, Melaka, untuk mengunjungi bangunan-bangunan antik seperti Saint Paul’s Church, Stadthuis, serta Cheng Hoon Teng, mereka ke Kuala Lumpur buat mengurus visa Kyrgyzstan yang tak ada kedutaan besarnya di Indonesia. Aneka makanan di Ibu Kota Malaysia merekam multikulturalisme di lidah dengan nasi ayam Hainan (Cina), roti cane (Melayu), atau martabak (India). Keragaman budaya Negeri Jiran yang multietnik terlihat pula dari berbagai ritus agama di tempat ibadah, dari kuil Hindu, vihara Buddha, hingga Masjid Jamek yang berdampingan secara damai.
Sesudah enam jam menempuh perjalanan dari Kuala Lumpur ke Penang, mereka melanjutkan perjalanan ke perbatasan Malaysia-Thailand selama tiga jam. Namun, Negeri Gajah itu tidak membolehkan mobil dari luar negeri, kecuali Malaysia, Singapura, Laos, serta Kamboja, tanpa mengurus izinnya terlebih dahulu. Keluarga Koudijs tidak mengurus izin lantaran membutuhkan 15 hari kerja, biayanya mahal ($1.500), dan mensyaratkan pemandu yang berhubungan dengan agen perjalanan. Alhasil mereka sempat hendak camping di areal parkir perbatasan, sebelum diusir petugas imigrasi Thailand. Setelah seorang teman yang tinggal di Pattaya mengusulkan pindah perbatasan, mereka baru lolos masuk Thailand.
Category
🗞
Berita