Pakar Hukum Nilai PSU : 'Ketidakmampuan' Penyelenggara untuk Netral dan Demokrasi yang Masih Belajar

  • 3 tahun yang lalu
BANJARMASIN, KOMPAS.TV - Putusan Mahkamah Konstitusi terkait Pemungutan Suara Ulang (PSU) di dua pemilihan yaitu Gubernur Kalsel dan Wali Kota Banjarmasin menjadi indikasi saat ini demokrasi di masyarakat Kalsel masih dalam tahap belajar.

Hal ini diungkapkan pakar hukum yang juga Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sultan Adam, Dr. H. Abdul halim shahab, SH. MH. jumat pagi (26/3/2021).

Munculnya PSU juga harus menjadi bahan evaluasi dan introspeksi semua pihak terkait, khususnya penyelenggara pilkada yang dinilai tidak mampu mempertahankan diri berada dalam posisi netral serta menciptakan pilkada yang jujur, adil dan demokratis.

"PSU itu terjadi karena apa, karena memang ada semacam ketidakmampuan penyelenggara pilkada itu sendiri, apakah ketidakmampuan memanage dirinya untuk netral, ketidakmampuan menyelenggarakan pemilu yang jujur adil dan demokratis," terang Abdul Halim.

Dalam PSU mendatang, Abdul Halim optimistis dengan meningkatnya kesadaran atas hukum dan pengawasan pada penyelenggaraan pilkada, potensi kecurangan akan semakin kecil.

"Masyarakat sudah mulai melek hukum, tahu hukum, mana yang boleh mana yang tidak, yang jelas kalau ada money politik di psu yang diselenggarakan oleh pihak penyelenggara, itu diawasi, disorot semua pihak," ucapnya.

Tentunya peran dari masyarakat, penegak hukum hingga pihak peserta pilkada dalam menjaga hasil pemilihan yang murni adalah kunci berjalannya proses demokrasi yang luberjurdil.

Dianjurkan