Presiden Dicurigai Ingin Kendalikan Penuh KPK

  • 2 years ago
TEMPO.CO - Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menyatakan draf peraturan presiden (perpres) tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang beredar di masyarakat menunjukkan keinginan kuat Presiden untuk mengendalikan lembaga antirasuah ini. Menurut dia, lembaga antikorupsi yang telah lemah akibat revisi kedua Undang-Undang KPK akan kian kehilangan independensinya jika draf perpres ini diteken Presiden.

Feri menyebutkan, pasal 1 rancangan perpres itu berisiko membuat KPK kehilangan independensinya karena bertanggung jawab langsung di bawah presiden. "Saya curiga aturan ini sengaja dibuat agar presiden bisa mengendalikan penuh KPK," kata Feri kepada Tempo, kemarin.

Ketentuan lain yang menurut Feri ganjil adalah perihal kewenangan Deputi Bidang Penindakan KPK. Pasal 17 menyebutkan, deputi bertugas merumuskan kebijakan teknis di bidang pencegahan tindak pidana korupsi, yang meliputi penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan aksi pro justisia lainnya.

Padahal, kata Feri, kewenangan tersebut semestinya berada pada Deputi Bidang Pencegahan. "Aneh sekali Deputi Penindakan juga melaksanakan fungsi dari Deputi Pencegahan. Asas materi muatannya pasti bertabrakan," Feri mengungkapkan.

Pemerintah menyatakan sedang menggodok rancangan peraturan presiden tentang organisasi dan tata kerja pimpinan, serta organ pelaksana pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut juru bicara kepresidenan Fadjroel Rachman, peraturan ini sedang dirumuskan di Kementerian Sekretariat Negara. "Saya sudah mengecek, (rancangan perpres) masih dalam proses di Kementerian Sekretariat Negara," kata Fadjroel di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.

Fadjroel enggan membeberkan materi apa saja yang termuat dalam rancangan peraturan itu. Dia meminta publik menunggu hingga peraturan disahkan oleh pemerintah.

Berdasarkan salinan rancangan perpres yang diperoleh Tempo, ada sejumlah perubahan signifikan dalam struktur organisasi di komisi antirasuah. Pada Pasal 1 ayat 1, misalnya, pimpinan KPK berstatus sebagai pejabat negara setingkat menteri yang berada di bawah serta bertanggung jawab langsung kepada presiden. Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, pimpinan KPK hanya digolongkan sebagai pejabat negara.

Perpres juga mengatur ihwal organ pengawasan baru berupa Inspektorat Jenderal. Sebagai gantinya, pemerintah mengganti Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat menjadi Deputi Bidang Koordinasi dan Pengaduan Masyarakat.

Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, menganggap draf perpres itu merombak besar-besaran struktur organisasi yang sebelumnya didesain KPK secara mandiri. Draf ini, kata dia, menegaskan KPK bukan lagi lembaga independen.

Bivitri mengingatkan, hulu persoalan terletak pada Undang-Undang KPK yang baru. Jika negara menginginkan KPK kembali menjadi lembaga yang independen, kata dia, pengaturannya harus dikembalikan secara menyeluruh ke UU Nomor 30 Tahun 2002. "Selama peraturannya masih dengan UU Nomor 19 Tahun 2019, tidak akan membuat KPK seefektif dulu, karena yang berpengaruh terhadap efektivitas dan independensi KPK adalah keseluruhan desain kelembagaannya," ujar Bivitri.

Persoalan lainnya ada pada peraturan peralihan. Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch, Adnan Topan Husodo, menyatakan pasal 48 berlawanan dengan pasal 50 draf perpres. Pasal 48 membolehkan Peraturan KPK Nomor 30 Tahun 2018 masih berlaku sepanjang tak bertentangan dengan peraturan presiden. Sedangkan pasal 50 menyatakan pemerintah justru membatalkan peraturan KPK itu. "Ini adalah salah satu bukti buruknya proses legislasi," ujar Adnan.

Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Oce Madril, mengemukakan rancangan perpres ini ganjil. Musababnya, Undang-Undang Nomor 19 tentang KPK sama sekali tak mengamanatkan penyusunan perpres. Menurut Oce, Pasal 25 dan 27 UU No. 30 Tahun 2002 justru mengatur soal regulasi tata kerja pimpinan melalui peraturan internal Komisi. Jika perpres disahkan tanpa amanat undang-undang, menurut dia, keberlakuannya batal demi hukum.

Oce meminta pemerintah menarik draf tersebut. Sebab, dia menambahkan, presiden bisa berisiko melanggar undang-undang. "Kecuali kalau undang-undang tak mengatur sama sekali soal itu, maka presiden boleh membuat peraturan. Ini tindakan yang ceroboh," ujar Oce.

Selengkapnya: https://koran.tempo.co/read/448764/presiden-dicurigai-ingin-kendalikan-penuh-kpk

Subscribe: https://www.youtube.com/c/tempovideochannel

Official Website: http://www.tempo.co
Official Video Channel on Website: http://video.tempo.co
Facebook: https://www.facebook.com/TempoMedia
Instagram:https://www.instagram.com/tempodotco/
Twitter: https://twitter.com/tempodotco
Google Plus: https://plus.google.com/+TempoVideoChannel

Recommended