• 15 jam yang lalu
JAKARTA, KOMPAS.TV - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mewanti-wanti cuaca ekstrem ini akan terus terjadi hingga 11 Maret 2025.

Ekonom Lingkungan yang juga CEO Think Policy, Andhyta F Utami mengatakan imbauan ini disampaikan untuk melindungi kelas yang paling terdampak secara ekonomi dan kelompok rentan. Diharapkan respons itu tidak sekadar menyeluruh, tapi juga harus berpihak.

Afutami melihat banjir ini adalah isu keadilan dan lebih berdampak pada kelas ekonomi menengah ke bawah. Daerah yang rawan banjir atau berada di kawasan sekitar luapan, cenderung diisi oleh keluarga dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Sementara, kelas menengah atas yang terdampak banjir punya sumber daya untuk pindah sementara.

Tangkapan google earth menunjukkan dalam kurun waktu 2014-2024, terlihat pertumbuhan pembangunan yang cukup masif di kawasan Jatiasih, Bekasi. Andhyta F Utami mengatakan seringkali perhitungan ekonomi dilupakan dalam pembangunan.

Ketika membuat kebijakan tata ruang wilayah, harusnya sudah bisa diperhitungkan mana area yang boleh dijadikan permukiman atau mana yang harus diimbangi dengan tata ruang terbuka hijau.

"Karena yang tidak diperhitungkan, anggaplah kita bisa membuat rumah yang lebih affordable, yang lebih murah. Tapi sebenarnya, biaya tersembunyi dari pembangunan yang dianggap lebih murah tersebut adalah dampak yang termultiplikasi lewat banjir dan dampak-dampak eksternal negatif lainnya," katanya.

Terlebih, wilayah hutan di area puncak perlu daya dukung ekologis untuk menyerap air dengan baik, di tengah perubahan iklim dan meningkatnya intensitas hujan.



Saksikan selengkapnya di kanal youtube KompasTV.



Link: https://youtu.be/i7Fs34VzCy8

Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/talkshow/579027/ekonom-lingkungan-banjir-lebih-berdampak-pada-kelas-menengah-ke-bawah-rosi

Dianjurkan