Lewati ke pemutarLewatkan ke konten utamaLewati ke footer
  • kemarin dulu
JAKARTA, KOMPAS.TV - Perkembangan terbaru dalam kasus suap hakim terkait vonis lepas perkara minyak mentah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengungkap bahwa penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung telah memeriksa satu orang tersangka.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menerangkan bahwa tersangka tersebut adalah panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara bernama Wahyu Gunawan.

Dalam keterangan sebelumnya, Wahyu diketahui berperan sebagai perantara antara pengacara pihak korporasi, Aryanto Bakri, dan Ketua PN Jakarta Selatan, Arif Nuryanta.

Pemeriksaan terhadap Wahyu dilakukan untuk mendalami aliran dana terkait suap di balik putusan vonis lepas dalam kasus minyak mentah tersebut.

Baca Juga [FULL] Mahfud MD Soal 4 Hakim Terima Suap Kasus Korupsi CPO, Singgung Integritas di Sistem Kehakiman di https://www.kompas.tv/nasional/587032/full-mahfud-md-soal-4-hakim-terima-suap-kasus-korupsi-cpo-singgung-integritas-di-sistem-kehakiman

#suaphakim #korupsiminyakgoreng #pnjakartapusat

Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/nasional/587052/kejagung-periksa-perantara-hakim-tersangka-kasus-suap-vonis-lepas-korupsi-cpo
Transkrip
00:00Dari perkembangan kasus suap hakim atas fondis lepas perkara minyak mentah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
00:06siang tadi penyidik Jampitsus Kejaksaan Agung memeriksa satu tersangka.
00:10Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harley Sedegar menerangkan satu tersangka itu
00:15adalah seorang panitra muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang diketahui adalah Wahyu Gunawan.
00:21Dalam keterangan sebelumnya, Wahyu berperan sebagai perantara antara pengacara pihak korporasi
00:25bernama Aryanto Bakri dan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Arief Nuryanta.
00:31Wahyu diperiksa untuk mendalami aliran dana atas suap di balik fondis lepas kasus minyak mentah.
00:39Ada tersangka yang diperiksa hari ini sebagai pemeriksaan lanjutkan oleh bagi ini atas nama WG, Wahyu Gunawan.
00:49Kalau tidak salah, WG ini kan seorang panitra muda.
00:51Berdasarkan release yang sudah kita sampaikan, yang bersangkutan, yang berhubungan dengan AR.
01:06Nah kemudian AR yang meminta supaya disampaikan ke MAK melalui WG ini.
01:13Dan MAK mengiakan dengan ada penambahan.
01:18Dan disangkutan oleh AR, dan kemudian terjadi transaksi.
01:22Dan yang menyerahkan adalah WG dari AR ke MAK.
01:27Mahkamah Agung resmi memberhentikan sementara
01:39Hakim dan Paniterai yang terlibat skandal suap fondis lepas atau onselah
01:44terhadap korporasi, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group
01:49dalam kasus tindak pidana korupsi ekspor minyak mentah atau CPO.
01:54Meski begitu, pemberhentian tetap akan diberlakukan
01:57jika para tersangka terbukti melakukan suap dan sudah ada putusan berkekuatan hukum tetap.
02:03Hakim dan panitra yang telah ditetapkan sebagai tersangka
02:06dan dilakukan penahanan akan diberhentikan sementara
02:10jika telah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap, akan diberhentikan tetap.
02:16Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan Jumianto selaku ketua Majelis Hakim
02:22yang saat itu memimpin jalannya persidangan.
02:24Kemudian dua orang Majelis Hakim, yakni Agam Syarif Baharudin
02:27dan Ali Muhtarom sebagai tersangka karena menerima suap.
02:32Kasus ini bermula ketika pengacara terdakwa Arianto Bakri
02:35bertemu dengan Wahyu Gunawan selaku panitra pengadilan negeri Jakarta Pusat
02:39untuk pemufakatan perkara dugaan korupsi ekspor minyak mentah.
02:43Wahyu Gunawan kemudian menyampaikan hal ini ke Muhammad Arief Nuryanto
02:47yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
02:52Uang sebesar 60 miliar rupiah akhirnya disepakati
02:56untuk pemberian honis lepas atau onselah.
02:59Muhammad Arief Nuryanto memanggil DJU selaku ketua Majelis dan ASB
03:07selaku Hakim anggota lalu
03:11Muhammad Arief Nuryanto memberikan uang dolar
03:17bila dikluskan ke dalam rupiah
03:21senilai 4 miliar 500 juta.
03:26Bahwa pada bulan September atau Oktober
03:29karena yang bersama kita tidak ingat.
03:32Muhammad Arief Nuryanto menyerahkan kembali uang dolar Amerika Serikat
03:37bila dikluskan rupiah
03:40senilai 18 miliar
03:44kepada DJU
03:46yang kemudian oleh DJU
03:49uang tersebut dibagi 3.
03:52Terulangnya kasus suap hakim
03:55hingga menelurkan putusan yang janggal
03:57dalam sebuah perkara
03:58oleh pakar hukum dinilai
04:00sebagai suatu kondisi
04:01yang sudah harus dilakukan reformasi total
04:03yakni dengan mengecek
04:05aktivitas pertemuan hakim di luar pengadilan
04:08yang menyangkut perkara
04:09dalam 10 tahun terakhir.
04:12Karena dari kasus ini kalau kita lihat
04:13kasus ini kasus yang luar biasa
04:16menabrak profesionalisme.
04:19Kenapa dikatakan profesionalisme?
04:20Kalau kita melihat sutansi hukumnya
04:22itu adalah perkara pidara misalkan.
04:25Kok sampai di onsrah?
04:27Ini kan suatu memutar kaita hukum.
04:29Yang kaita hukum perdata
04:30menjadi kaita hukum pidara.
04:33Evaluasi total
04:34kepada para
04:35pembuat keadilan sekarang ini
04:38makam agung apalagi kaya.
04:40Ini suatu kebobolan ini.
04:41Karena sudah dua kali loh ya.
04:43Surabaya,
04:44kemudian Jakarta.
04:45Bisa sama.
04:46Yang tadi dia bebas
04:47menjadi buktian bebas
04:49ini juga menjadikan onslah.
04:52Ini suatu kaedah yang suatu luar biasa.
04:54Yang reformasi total.
04:56Assessment total.
04:57Dari 10 tahun terakhir
04:59siapa berhubungan.
05:01Dimana dan sebagainya.
05:02Dalam perkara ini
05:03Kejagung sudah menyita uang
05:04senilai 261 juta rupiah
05:07di rumah tersangka Muhammad Arief Nuryanta
05:09di Tegal, Jawa Tengah.
05:10Kemudian 59 juta rupiah
05:12di rumah tersangka Arianto Bakri
05:14lalu 6 miliar rupiah
05:15di rumah tersangka Alimu Tarom
05:17di Jepara.
05:1860 juta rupiah
05:19dari kantor tersangka
05:20Marcella Santoso
05:21dan uang tunai
05:22616 juta rupiah
05:24di rumah tersangka
05:25Agam Syarif Baharudin.
05:27Selain uang,
05:28ada 7 mobil mewah,
05:2921 sepeda motor
05:31dan 7 sepeda
05:32yang juga disita
05:33di rumah tersangka Arianto.
05:36Tim Liputan, Kompas TV.
05:37Tim Liputan, Kompas TV.

Dianjurkan