Mal Buka, Sosiolog: Kerumunan Ruang Tertutup Lebih Berisiko

  • 4 tahun yang lalu
KOMPAS.TV - Menyusul Jakarta, ramai-ramai pemda dan penelolah mal di sejumlah kota kembali beroperasi di tengah normal baru pandemi corona.

Aturan ketat diterapkan, namun antisipasi lonjakan pengunjung terutama di akhir pekan jadi kekhawatiran banyak pihak.

Sosiolog Universitas Indonesia, Imam Prasodjo, mal merupakan bagian dari public space yang biasa dilakukan kalangan middle class.

Untuk itu mal menjadi tempat bagi mereka untuk melepas penat.

"Mungkin setelah stay at home ya tinggal di rumah selama berapa lama. Nah dia perlu meluapkan kebosanannya yang sekarang ini di kota-kota besar memang mal tidak sekedar jadi tempat belanja. Tetapi menjadi tempat mereka bersuka ria, mereka berinteraksi dengan sesama, nah ini kebutuhan sosial kelas menengah," katanya.

Imam Prasodjo juga menilai jika berkumpul di ruang tertutup akan berisiko tinggi dalam penyebaran droplet.

"Saya mendengar istilah yang namanya viral road ya kan. Droplet itu bisa kemudian bertebaran di sebuah udara dan ruangan itu tertutup risikonya lebih tinggi. Nah tapi kalau saya ngomong masuk mal itu berbahaya loh, nah itu kan akan merugikan kepentingan pengusaha mal. Makanya mal dibatasi pengunjungnya," lanjutnya.

Lalu apa yang terjadi di tengah masyarakat selama masa pembatasan dan bagaimana pengelolah mengevaluasi pengoperasian kembal mal sejauh ini?

Simak pembahasan lebih lengkap bersama Sosiolog Universitas Indonesia, Imam Prasodjo, dan Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia, Stefanus Ridwan.

Dianjurkan