99,9% Ilmuwan Yakin Krisis Iklim Disebabkan Manusia
- 3 years ago
BUMI — Sebuah survey ilmiah menemukan bahwa manusialah yang mengubah iklim, melampaui 99.9%, menurut studi dari Cornell University yang telah dipublikasikan di Environmental Research Letters.
Penelitian ini memperkuat aksi global COP26 yang akan berlangsung dari 31 Oktober hingga 12 November 2021, di Glasgow.
Hasil studi itu diperoleh setelah para peneliti memeriksa sampel acak dari 3000 studi dari 88.125 makalah iklim yang diterbitkan antara 2012 dan 2020.
Dari 3000 makalah, peneliti hanya menemukan empat makalah yang skeptis apabila perubahan iklim ini disebabkan manusia.
Survei sebelumnya, di tahun 2013 menunjukkan 97% penelitian antara tahun 1991 dan 2012 mendukung gagasan bahwa aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan iklim Bumi.
Sementara survei terbaru mengumpulkan literatur terkait yang dipublikasikan sejak 2012 hingga November 2020 untuk mengeksplor sampai mana konsensus berubah.
“Ini benar-benar kasus tertutup. Tidak ada orang penting dalam komunitas ilmiah yang meragukan perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia,” kata penulis utama, Mark Lynas dalam rilis pers Cornell University.
Penelitian ini memperkuat aksi global COP26 yang akan berlangsung dari 31 Oktober hingga 12 November 2021, di Glasgow.
Hasil studi itu diperoleh setelah para peneliti memeriksa sampel acak dari 3000 studi dari 88.125 makalah iklim yang diterbitkan antara 2012 dan 2020.
Dari 3000 makalah, peneliti hanya menemukan empat makalah yang skeptis apabila perubahan iklim ini disebabkan manusia.
Survei sebelumnya, di tahun 2013 menunjukkan 97% penelitian antara tahun 1991 dan 2012 mendukung gagasan bahwa aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan iklim Bumi.
Sementara survei terbaru mengumpulkan literatur terkait yang dipublikasikan sejak 2012 hingga November 2020 untuk mengeksplor sampai mana konsensus berubah.
“Ini benar-benar kasus tertutup. Tidak ada orang penting dalam komunitas ilmiah yang meragukan perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia,” kata penulis utama, Mark Lynas dalam rilis pers Cornell University.