• 2 tahun yang lalu
Suasana politik Tanah Air semakin panas ketika Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menggelar Kopi Darat Nasional (Kopdarnas) yang menyatukan 38 Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) partai ini.

Acara tersebut menjadi panggung dramatis ketika PSI secara tegas memutuskan untuk membatalkan dukungannya kepada Ganjar Pranowo,

seorang tokoh yang sebelumnya diumumkan sebagai pilihan mereka melalui Rembuk Rakyat pada Oktober 2022.

Melalui Kopdarnas yang diselenggarakan, PSI menorehkan perubahan signifikan dalam posisi politiknya.

Sebuah keputusan yang tidak hanya menggoyahkan partai itu sendiri, tetapi juga menciptakan getaran dalam dinamika politik nasional.

Pada Oktober tahun lalu, PSI merayakan kesatuan suara dengan mendeklarasikan dukungan untuk Ganjar Pranowo, yang akan berpasangan dengan Zannuba Ariffah Chafsoh, atau yang akrab disapa Yenny Wahid.

Namun, langkah ini sekarang tampaknya tertelan oleh arus perubahan.

Dewan Pembina PSI menegaskan bahwa partai ini tidak akan tergesa-gesa dalam menentukan figur yang akan diusung sebagai bakal calon presiden (capres).

Mereka juga dengan tegas menyatakan komitmen mereka terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi), seolah ingin menegaskan bahwa keputusan PSI tidak akan bertentangan dengan panduan politik nasional yang telah dibangun.

Terdapat beberapa poin penting yang dihasilkan dari Kopdarnas ini.

Pertama, PSI meminta agar DPP PSI kembali mendengarkan aspirasi rakyat dalam menentukan capres yang memiliki komitmen terhadap rakyat dan kontinuitas dari visi dan misi pembangunan Jokowi.

PSI juga mengingatkan akan pentingnya mempertimbangkan capres-cawapres dalam konteks usia minimal yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Namun, sorotan terbesar jatuh pada keputusan PSI untuk membatalkan dukungan kepada Ganjar Pranowo.

Meskipun suara 38 DPW PSI terbagi antara Ganjar dan Prabowo Subianto, ada aspirasi yang lebih luas untuk menunda pengambilan sikap terkait Pilpres 2024.

Hal ini mungkin mencerminkan kekhawatiran dan keraguan yang melingkupi pemilihan calon presiden di tengah dinamika politik yang semakin kompleks.

Tentu saja, pemutusan dukungan PSI terhadap Ganjar Pranowo memunculkan pertanyaan tentang arah politik partai ini dan dampaknya terhadap kontestasi Pilpres 2024.

Apakah ini hanya merupakan taktik jitu untuk meraih dukungan lebih luas, ataukah PSI sedang berjalan di atas tali tipis antara aspirasi publik dan dinamika politik yang kompleks?

Tentang apa pun itu, satu hal jelas: PSI telah menambah bumbu panas dalam jagat politik Indonesia.

Keputusan ini adalah potret nyata dari kompleksitas dalam menavigasi medan politik, di mana setiap langkah dapat memiliki konsekuensi besar dalam peta politik yang terus berubah.

Dengan keputusan yang sangat signifikan ini, PSI telah menarik perhatian lebih banyak mata yang waspada terhadap setiap langkah mereka dalam permainan politik nasional.

(Latifudin)

Dianjurkan