• yesterday
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia bulan Oktober 2024 memutuskan untuk kembali mempertahankan BI-Rate sebesar 6%, suku bunga deposit facility sebesar 5,25% dan suku bunga lending facility 6,75%. Keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi pada tahun 2024 dan 2025, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Bank Indonesia terus mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan dengan tetap memperhatikan prospek inflasi, nilai tukar rupiah dan pertumbuhan ekonomi. Adapun kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran juga terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dimana relaksasi kebijakan makroprudensial terus ditempuh untuk mendorong kredit atau pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan, dan penciptaan lapangan kerja, termasuk UMKM dan Ekonomi Hijau dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.

Category

📺
TV
Transcript
00:00Jangan lupa like, share, dan subscribe channel ini untuk dapat informasi terbaru.
00:20Halo pemirsa, apa kabar anda hari ini?
00:22Langsung dari studio IDX Channel Jakarta kembali hadir program
00:26market review bersama saya Prasetyo Wibo yang akan mengupas isu-isu
00:30penggerak ekonomi Indonesia.
00:32Livestreaming kami bisa anda saksikan juga di IDX Channel.com
00:35dan langsung saja kita mulai market review selengkapnya.
00:47Ya pemirsa Bank Indonesia kembali mempertahankan suku pengacuan
00:50BRT level 6% pada bulan Oktober ini.
00:53Keputusan konsisten dengan arah kebijakan moneter
00:56untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi pada tahun 2024 dan 2025
01:00serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
01:09Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 15 dan 16 Oktober 2024
01:17memutuskan untuk mempertahankan BRT sebesar 6%.
01:25Suku bunga deposit facility tetap sebesar 5,25%
01:31dan suku bunga lending facility tetap sebesar 6,75%.
01:39Demikian hasil rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia bulan Oktober 2024
01:44yang kembali mempertahankan BRT sebesar 6%.
01:48Suku bunga deposit facility sebesar 5,25%
01:51dan suku bunga lending facility 6,75%.
01:55Keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter
01:58untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi pada tahun 2024 dan 2025
02:03serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
02:06Bank Indonesia terus mencemati ruang penurunan suku bunga kebijakan
02:10dengan tetap memerhatikan prospek inflasi, nilai toko rupiah, dan pertumbuhan ekonomi.
02:15Padahal kebijakan makropudensial dan sistem pembayaran
02:18juga terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
02:22Dimana relaksasi kebijakan makropudensial terus ditempuh
02:25untuk mendorong kredit dan pembayaran perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan
02:30dan penciptaan lapangan kerja termasuk UMKM dan ekonomi hijau
02:33dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
02:37Selain itu, kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk turut mendorong pertumbuhan
02:41khususnya sektor perdagangan dan UMKM,
02:44memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran
02:48serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran.
02:53Dari Jakarta Tiniputan, IDX News
03:086 persen bertahan dari Januari, Februari, Maret kemudian mengalami kenaikan
03:13dari bulan April, Mei, Juni, Juli sampai dengan Agustus 6,25 persen
03:18untuk pergerakan suku pengacuan BIRID.
03:22Dan selanjutnya kita lihat Bank Indonesia mengambil kebijakan
03:26untuk menurunkan suku pengacuan kita menjadi 6 persen per bulan September
03:29kemudian kembali dipertahankan di bulan Oktober ini.
03:34Dan demikian ini tidak jauh berbeda dengan bulan Maret di bulan sebelumnya
03:39di tahun 2024 yang bertengger di 6 persen suku pengacuan.
03:43Baik, untuk membahas terkait dengan tema kali ini sudah tersambung
03:46melalui Zoom bersama dengan Bapak Rian Kirianto,
03:48Ekonomi Senior dan juga Senior Faculty dari Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia LPPI.
03:53Selamat pagi, Pak Rian.
03:55Pagi, Mas Pras.
03:56Ya, salam sehat Pak.
03:57Salam sehat juga, ya.
03:59Baik, terima kasih atas waktunya dan sudah bergabung juga Ibu Dewi Maishari,
04:02anggota Komite Kewirausahaan Apindo bidang UMKM.
04:06Selamat pagi, Ibu Dewi.
04:09Pagi, Mas Pras.
04:10Ya, salam sehat Ibu.
04:11Salam sehat, Alhamdulillah.
04:14Harus terus oke nih.
04:16Baik, terima kasih atas waktu yang disempatkan.
04:18Pak Rian, langsung saja kita akan review terlebih dahulu
04:20terkait dengan bagaimana langkah Bank Sentral ini yang mempertahankan suku pengacuan
04:25dan berarti sudah 2 bulan begitu ya, 6 persen.
04:28Apakah sudah sesuai dengan konsensus dari ekonomi sendiri?
04:32Oke, tempoh hari waktu ada semacam polling ya
04:36bagaimana guidance policy Bank Indonesia ke depan
04:41terlihat suara yang terhimpun itu agak split ya.
04:46Tapi split-nya condong kepada bahwa dengan mempertimbangkan faktor eksternal
04:50yaitu ketika indeks jualannya itu melampaui atau meninggalkan threshold-nya yang 100
04:57mayoritas mengatakan bahwa BI akan mempertahankan tingkat suku pengacuan atau BI RIT.
05:03Hanya sedikit yang memberikan prognosis bahwa
05:08rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia kemarin akan menurunkan BI RIT sebesar 25 basis point.
05:14Pertimbangannya karena secara ekonomi domestik
05:18dilihat bahwa beberapa indikator utamanya itu menunjukkan pelemahan
05:24sehingga perlu semacam insentif atau simulus ya dari jalur moneter.
05:29Tetapi karena pressure dari eksternalnya begitu kuat
05:33maka rapat Dewan Gubernur BI menurut saya tepat dan sangat pre-emptive ya
05:39untuk menahan agar jangan sampai ke depannya itu pressure terhadap nilai tukar rupiah kita
05:44semakin besar mengingat tekanan eksternalnya juga makin meningkat juga.
05:51Lebih-lebih ketika tadi kita lihat saya mendengar memantau bahwa outlook daripada
05:57produk domestik bruto atau PDB Amerika Serikat itu tumbuh cukup bagus.
06:02Nah tentu ini akan memberikan sentimen yang kuat dan positif terhadap USD.
06:07Oleh karena itu saya hanya bisa mengatakan rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia kemarin
06:12yang untuk yang kedua kali mempertahankan BI RIT di level 6% itu adalah
06:17langkah kebijakan yang tepat, presisi dan juga antisipatif ya.
06:22Baik, baik. Nah dari kalangan dunia usaha begitu Apindo melihat bagaimana
06:26dengan ditahannya sebuah pengacuan BI RIT ini begitu Anda melihat dari sisi sektornya
06:31untuk UMKM sendiri bagaimana nih Bu Dewi?
06:35Halo, kami juga sama ya cenderung positif menanggapi hal ini karena sebenarnya kan
06:43panjang tahun ini itu BI RIT itu cenderung stabil di level 6 sampai 6,25 ya.
06:49Kalau kita lihat dari tahun 2020-an itu sempat rendah banget di 4%.
06:56Nah pelaku UMKM sendiri itu contoh paling sederhana keripik tempe ya.
07:02Keripik tempe ini gedelainya itu kan import.
07:08Jadi secara tidak langsung ya walaupun beli tempenya di pasar tapi gedelainya itu import.
07:16Aktivitas bisnis UMKM itu juga secara tidak langsung perlu kestabilan nilai tukar.
07:23Karena memang ya itu gejolak-gejolak dari bahan impornya terus para pengrajin kita,
07:30para pembuat pakaian itu bahan-bahan itu kait emang tidak banyak yang impor juga gitu.
07:38Cuma ya selalu ada dilema seperti ini dampak sisi sampingnya adalah cost of fund jadi mahal.
07:47Nah jadi kami-kami ini kalau misalnya mau cari dana talangan,
07:51mau minjem yang mana jatah kur itu sangat sedikit gitu ya.
07:56Pasti kita harus pergi ke commercial source.
08:01Di sisi itunya tuh pengen punya harapan juga gitu.
08:04Ini cost of fund bisa diturunin gak ya?
08:07Karena mereka juga bergerak mengikuti.
08:11Mengikuti si BI Ajuan Bunga buat Indonesia ini gitu.
08:16Benar-benar.
08:21Betul Bu Dewi.
08:22Jadi 6% sendiri sebenarnya bagaimana kalau dari kalangan pelaku usaha sendiri begitu?
08:26Cukup nyaman tidak sih?
08:28Ya masih belum mencetik sih ya.
08:31Tapi karena sekarang daya beli menurun.
08:36Mengejar omset, mengejar revenue itu sekarang jauh lebih sulit.
08:41Jadi yang sebenarnya itu cost of fundnya masih oke lah gitu ya.
08:48Tapi karena penghasilannya pendapatannya ini makin susah,
08:55profit margin makin tipis secara relatif jadi terasa mahal gitu.
09:01Jadi situasi ini sih yang tentu ada harapan mudah-mudahan
09:05tetap sektor keuangan bisa bekerja dengan lebih efisien
09:09sehingga spread margin yang mereka ambil itu bisa diturunkan.
09:13Karena kami memonitor juga beberapa bank global itu bisa memberikan
09:19cost of fund yang lebih murah daripada bank-bank di Indonesia gitu ya.
09:24Nah ini menarik Pak Rian.
09:25Lantas bagaimana dengan tadi informasi yang sudah disampaikan?
09:286% ternyata memang masih belum memberikan rasa nyaman
09:33bagi pelaku dunia usaha khususnya UMKM begitu.
09:36Kalau kita coba tarik lagi ke belakang sempat memang di bawah 6%, 5%, 4% begitu Pak Rian.
09:42Anda melihatnya bagaimana?
09:44Apakah memang sementara ini menjadi suatu hal yang pilihan yang tepat begitu 6%
09:50meskipun ada ruang lagi untuk diturunkan nantinya?
09:53Kalau berbasis current condition ya atau jangka pendek,
09:57memang kebutuhan untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah itu menjadi prioritas.
10:04Makanya sekarang ini stance dari Bank Indonesia itu condong untuk pro-stability.
10:10Pro-stability itu adalah bagaimana menjaga nilai tukar agar jangan terlalu volatile,
10:15jangan terlalu fluktuatif.
10:17Karena itu yang dikendaki oleh teman-teman pelaku bisnis,
10:21baik itu dari sisi eksporter maupun dari sisi importer.
10:25Jadi jalan tengahnya itu.
10:27Tetapi going forward kalau memang semua leading indicator ekonomi kita itu terjaga dengan baik,
10:34PDB-nya tumbuh sesuai dengan ekspektasi,
10:37inflasinya juga manageable,
10:39kemudian beberapa faktor eksternal seperti defect nanti juga akan cepat atau lambat akan menurunkan suku bunga lagi
10:49diikuti oleh bank-bank sentral negara lain.
10:51Saya yakin ini hanya soal waktu Bank Indonesia akan terus menurunkan suku bunga,
10:57sehingga mungkin di tahun depan stand-nya akan berubah dari pro-stability menjadi pro-growth.
11:04Meskipun sebetulnya kalau kita cermati di narasi yang disampaikan Bapak Gubernur Bank Indonesia kemarin itu,
11:11PI juga sebetulnya memberikan guidance policy yang sifatnya itu mix atau bauran kebijakan.
11:19Dari sisi kebijakan suku bunga, memang kecenderungannya adalah mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah.
11:26Tetapi untuk membalanse bagaimana sektor yield bisa tetap growth,
11:31kemudian perbankannya juga tetap lending,
11:33maka dikasih insentif melalui jalur kebijakan makro prudensial.
11:39Seperti misalnya dari RIM, dari PLM, kemudian insentif-insentif ke pembiayaan sektor-sektor tertentu,
11:47kemudian juga di backup dengan payment system yang mengarah kepada tingkat efisiensi yang tinggi.
11:54Itu semuanya adalah kombinasi atau campuran atau bauran policy yang di guidance oleh Bank Indonesia
12:01untuk jangan sampai pelaku perbankan dan pelaku dunia usaha lalu pesimis, tetap harus optimis gitu.
12:08Itu secara central bank teknis ya bagaimana Bank Indonesia tetap menjaga momentum pertumbuhan ini tetap berlanjut.
12:17Makanya judul rilisnya kalau gak salah kan menyentuh mengenai narasi menjaga momentum pertumbuhan yang berkelanjutan seperti itu.
12:26Oke itu dia, Pak Rian kita akan lihat nanti seperti apa.
12:29Tapi memang Bank Indonesia sudah menetapkan BIRID 6% yang diharapkan bisa menjadi jangkar juga ya
12:35dari stabilitas nilai tukar rupiah bagaimana dengan inflasi kita bahas di segmen berikutnya.
12:39Kita akan lihat dulu sebentar.
12:40Dan pemirsa pastikan Anda masih bersama kami.
12:48Terima kasih Anda masih bergabung bersama kami dalam market review.
12:53Pemirsa berikut ini kita akan sampaikan pergerakan inflasi yang terjadi dari bulan April sampai dengan September 2024.
12:59Kita akan lihat pergerakannya secara tahunan maupun bulananan seperti kita ketahui bersama.
13:04Deflasi memang masih terjadi dalam beberapa bulan terakhir di Indonesia.
13:09Terkait dengan pergerakan inflasi yang terjadi di bulan April sampai dengan September 2024.
13:17Data selengkapnya bisa Anda saksikan di layar televisi Anda.
13:20Berikutnya kita lihat pergerakan nilai tukar rupiah.
13:22Ini juga tadi sempat di-mention Pak Rian Karyanto begitu bagaimana stand kebijakan dari Bank Sentral
13:28terkait dengan pergerakan nilai tukar rupiah.
13:30Ya dalam beberapa hari terakhir masih memang bertenggar di 15 ribuan.
13:34Tercatat ya sempat turun dalam beberapa hari saja.
13:37Di 15.658 per dolar Amerika pada 10 Oktober kemudian per 16 Oktober kemarin di 15.536 rupiah per dolar Amerika Serikat.
13:48Dan selanjutnya bagaimana dengan profil risiko kredit perbankan.
13:52Ini data per Agustus 2024.
13:54Dari NPL grossnya kita lihat rasionya 2,27% ini kita bandingkan bulan Agustus 2024 dan juga Juli 2024.
14:05Ya ada kenaikan dari NPL gross kita seperti yang bisa Anda saksikan dari 2,26 jadi 2,27%.
14:11Kemudian rasio NPL netnya pun tidak jauh berbeda.
14:15Kemudian loan at risknya pun tidak jauh berbeda begitu ada kenaikan.
14:20Baik kita akan lanjutkan kembali perbincangan bersama dengan narasumber kita.
14:24Baik Pak Rian kalau kita cermati dengan beberapa data tadi yang sudah disampaikan.
14:27Bagaimana Anda melihat inflasi yang justru terjadi deflasi begitu dalam 5 bulan terakhir.
14:33Dan kemudian pergerakan nilai tukar rupiah yang masih bertenggeli 15 ribuan.
14:3715.500an lah tepatnya begitu. Silahkan Pak Rian.
14:41Seperti yang kita pernah diskusikan ya.
14:44Saya jujur worried atau khawatir ya kalau tren deflasi itu berkelanjutan.
14:51Waktu deflasi 2 bulan pertama saya masih oke lah barangkali ini karena habis lebaran,
14:56habis mengularkan biaya untuk anak sekolah dan sebagainya.
15:01Tetapi ketika deflasi itu berlanjut sampai 5 bulan berturut-turut.
15:05Itu sudah memberikan semacam sinyal kuat bahwa memang daya beli sebagian warga masyarakat kita tergerus ya.
15:13Terutama kelas menengah.
15:15Kelas menengah itu adalah mereka kelompok individu yang spending tiap hari itu kurang lebih 3 dolar.
15:22Sampai 25 atau 29 dolar.
15:24Itu referensi dari world bank atau dari IMF setahu saya.
15:30Nah di titik itu memang betul itu adalah masuk biasanya teman-teman genset
15:34atau kelompok-kelompok pekerja pemula yang mungkin punya experience kerja 5-10 tahun.
15:40Yang tingkat konsumsinya itu tinggi dan sangat variatif.
15:47Jadi ketika mereka mengalami satu, tidak ada penambahan salary atau wage atau remunerasi.
15:57Di sisi lain sebagian dari mereka juga maaf kata harus kena program rasionalisasi, kena PHK dan sebagainya.
16:04Nah itulah mereka yang betul-betul terdampak.
16:07Sehingga ada 2 kategori kalau menurut BPS ya mas Pras.
16:11Satu mereka yang rentan untuk jatuh miskin.
16:15Kemudian mereka yang calon masuk kategori kelas menengah.
16:20Karena situasinya semuanya indikator ekonomi yang melemah.
16:24Mereka yang tadinya mau naik kelas menjadi calon kelas menengah.
16:28Mereka stay atau bertahan tetap menjadi calon saja.
16:32Sementara yang sudah masuk di kategori kelas menengah justru downgrade.
16:36Mereka menjadi calon kelas menengah lagi.
16:39Nah situasi ini tentu tidak baik ya.
16:42Makanya solusi yang saya ingin propose satu.
16:45Dari sisi monetar memang prioritasnya adalah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
16:51Oke fine itu.
16:52Tetapi juga harusnya di balance dari sisi fiscalnya.
16:56Dimana sisi fiskal harus memainkan peran lebih untuk apa namanya tadi.
17:01Menjaga agar purchasing power atau daya beli dari kelas menengah tadi tidak angelok.
17:08Karena pengalaman di negara berkembang.
17:11Pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang itu utamanya di backup oleh kelompok kelas menengah.
17:17Dengan tingkat konsumsi ya.
17:19Bukan daya beli ya.
17:20Dengan tingkat konsumsi yang begitu kuat.
17:22Karena banyak sekali permintaan-permintaan mereka.
17:25Dari yang betul-betul itu adalah masuk kategori kebutuhan real.
17:29Sampai yang hanya sekedar memulih keinginan.
17:32Nah itu terjadi bukan hanya Indonesia.
17:34Di China pun terjadi.
17:36Kelas menengahnya disana juga jatuh.
17:38Karena ekonomi krisis, mengalami resesi.
17:41Sehingga mereka juga pertumbuhannya melanda terus.
17:43Nah ini kembali menurut saya.
17:45Kalau dari politik monitornya sudah oke.
17:47On the track.
17:48Tinggal dari sisi fiscalnya.
17:50Ya mohon maaf.
17:52Ini sebentar lagi kita 20 Oktober ada 105 jabatan presiden.
17:57Kemudian mengakhiri tahun ini kita punya pemerintahan baru.
18:00Nah ini titik kritisnya Mas Pras.
18:02Masa transisi ini harus betul-betul.
18:05Jangan sampai terjadi apa ya.
18:07Shock.
18:08Karena ini faktornya bukan melulu faktor ekonomi.
18:11Tapi juga ada ambil dari faktor politik.
18:14Yang sepanjang tahun ini kita terlalu heavy di area itu.
18:18Sehingga mohon maaf mungkin dari sisi ekonominya.
18:20Relatif tidak terfokus kesana.
18:23Nah saya juga concern.
18:25Ikut perhatianlah dengan teman-teman UMKM.
18:28Yang betul-betul terdampak.
18:30Saya kalau ke mal-mal kemana-mana tuh.
18:32Saya kadang-kadang ini.
18:34Semacam window shopping saya lihat.
18:36Parkiran kosong.
18:37Kemudian tempat-tempat kalau biasanya kita makan.
18:40Itu harus apa? Reservasi.
18:42Sekarang gusuh aja kita dapat tempat.
18:44Itu bagi saya sebagai ekonomi.
18:46Ini tanda-tanda pelambatan Mas Pras.
18:48Pak Rian langsung saja kita konfirmasikan nih.
18:50Bagaimana sebenarnya kondisi real yang dialami.
18:52Begitu dengan kondisi tadi.
18:54Inflasi ataupun delvasi yang terjadi dalam 5 bulan terakhir.
18:56Kemudian ada sempat menyebutkan adanya.
18:58Ya benar-benar penurunan daya beli.
19:01Masyarakat yang dirasakan langsung oleh pelaku usaha.
19:03Khususnya UMKM.
19:07Halo.
19:08Bu Dewi.
19:12Saya nyempung Pak Rian tadi ya.
19:14Bahwa sekarang yang sedang tercekik itu kan kelas menengah.
19:18Segmen pasarnya produk dan jasa UMKM itu.
19:23Ya kelas menengah.
19:26Jadinya kelas menengahnya lagi.
19:30Krisis pendapatannya turun.
19:32Daya belinya turun.
19:35Para UMKM sekarang memang sedang harus bekerja lebih keras lagi.
19:40Untuk bisa meraih homestead tersebut.
19:43Namun ada yang menarik.
19:45Saya perhatikan data terkait income share.
19:48Highest 10% orang Indonesia.
19:52Dan juga ada 5 percentile ya.
19:5420% sampai ke bawah.
19:56Dari yang tertinggi sampai yang terbawah.
19:5920% terbawah itu mengalami kenaikan income share.
20:0520% teratas juga mengalami kenaikan income share.
20:10Nah begitu yang di tengah-tengah income sharenya turun.
20:15Artinya makanya orang jadi bingung kan ya.
20:18Kami diskusi terakhir itu.
20:20Ini kenapa? Homestead kita susah banget dapet gitu ya.
20:22Tapi kok lagu-lagu laku.
20:25Terus konser laku semua.
20:27Terus kemudian just tippers yang bawa barang dari Bangkok.
20:31Dari branded-branded item dari Malaysia, dari Singapura.
20:35Gara-gara di sana lebih murah.
20:36Itu juga meningkat gitu loh.
20:38Kenapa ini?
20:40Artinya yang punya uang banyak.
20:42Itu tuh jumlah orangnya juga naik gitu.
20:46Jumlah orangnya ada yang naik.
20:47Sehingga sebenarnya kalau mau ya produk UMKM itu memang perlu dibuat.
20:55Untuk masuk ke segmen premium.
20:57Namun lagi-lagi kompetensi pelaku UMKM.
21:00Untuk membangun narasi.
21:02Untuk membangun brand agar terkesan eksklusif.
21:05Untuk membangun persepsi bahwa barang premium kan juga butuh cuan juga.
21:13Nah cuannya sekarang lagi gak ada. Gimana ini?
21:16Apakah sektor pembiayaan nantinya bisa menjadi solusi?
21:19Apalagi dengan suku bunga cuan yang masih tetap bertahan di 6%.
21:23Apakah selama ini juga sedikit memberikan ruang bagi ekspansi?
21:27Kita akan bahas nanti di segmen berikutnya.
21:29Bu Dewi kita akan jeda dulu sebentar ya.
21:31Marian kita akan jeda sebentar.
21:32Dan Pemirsa kami akan segera kembali sesaat lagi.
21:35Sampai jumpa.
22:06Mungkin masih belum ada satu titik keadilan equilibrium baru.
22:09Misalnya disitu silahkan Ibu.
22:12Kalau harapan kami ya mas ya.
22:14Pelaku usaha kecil menengah ini kan pelaku usaha kami-kami ini.
22:19Pelaku usaha yang omsetnya 2 miliar sampai 50 miliar per tahun.
22:24Usaha kecil menengah.
22:26Kita kerja itu tuh kami.
22:28Karena kalau usaha mikro mereka bekerjakan diri mereka sendiri kebanyakan.
22:32Tapi kalau udah usaha kecil menengah.
22:34Ini kebanyakan sudah menggaji orang.
22:38Sudah-sudah mempekerjakan dengan sistem gaji.
22:42Bukan sistem upah loh ya.
22:43Bukan sistem upah beda.
22:48Tapi peraturan PPN sekarang itu mana mau naik lagi nanti.
22:52Januari ya.
22:53Jadi saya sangat setuju sama poinnya Pak Rian.
22:56Bahwa kebijakan moneter yang sudah on track ini.
22:59Mesti dikomplementeri dengan kebijakan fiskalnya.
23:03Nah salah satunya yang menjadi concern kami.
23:06Khususnya mewakili suara usaha kecil menengah adalah.
23:09Boleh gak tuh batas kewajiban PKP untuk memut PPN.
23:15Itu dinaikkan.
23:17Karena peraturan 4,8 miliar dulu itu kan dibuat tahun berapa ya.
23:21Saya lupa persisnya.
23:22Udah kena inflasi berapa kali.
23:25Tidak sesuai dengan kriteria UMKM yang baru.
23:28Berdasarkan peraturan pemerintah yang terkini tahun 2021.
23:32Itu dibuatnya dulu pakai undang-undang tahun 2008.
23:36Undang-undang nomor 20 tahun 2008.
23:39Nah jadi mesti di alignment kan lagi.
23:42Yang dulu udah dianggap menengah.
23:46Itu tuh sekarang dianggap kecil.
23:49Nah si kecil ini jadi susah mau naik ke kelas menengah.
23:53Gara-gara baru omset 5M aja udah disuruh ngumut PPN.
23:57Dan ketika B2B ya mas ya.
24:00Ketika B2B kliennya usaha kecil itu tuh another small business.
24:08Another medium business.
24:11Jadi kita saling naikin harga nih.
24:13Duitnya gak ke kita.
24:15Tapi bikin transaksi antar pelaku usaha UMKM.
24:19Jadi semakin gak efisien.
24:21Nah adil gak tuh dinaikin ya.
24:2311% aja sebenarnya kami ini udah megap-megap ya.
24:26Karena bikin transaksi jadi gak efisien gitu ya.
24:29Jadi makin di tengah tekanan seperti ini.
24:34Harapan kami pertama penundaan kenaikan 12% itu PPN.
24:39Yang kedua adalah kriteria batas wajib PKP.
24:45Wajib jadi pemumut PPN.
24:474,8 miliar ini perlu dinaikkan.
24:50Setidaknya sampai 15 miliar.
24:53Agar sesuai dengan kriteria usaha kecil yang baru.
24:58Sesuai dengan PP UMKM yang terbaru.
25:00Jadi align secara kerangka regulasi.
25:03Minimal si kecil ini loh yang daya belinya lagi kayak U terbalik ini.
25:093-4 tahun terakhir kalau kita lihat datanya.
25:12Lagi tersiksa banget.
25:13Jangan disusah-susahin supaya bisa naik kelas.
25:16Lebih mudah.
25:17Lebih bisa bernafas.
25:19Dan lebih mudah naik kelas menengah gitu.
25:24Baik, Ibu Dewi.
25:25Parian, lantas bagaimana kombinasi kebijakan seperti apa?
25:28Kalau Anda katakan tadi kan memang ada kolaborasi fiskal, moneter begitu.
25:32Sementara BI sudah mencoba untuk menjaga tadi pembangunan ekonomi berkelanjutan
25:37dengan tons yang tadi sudah disampaikan 6% ditahan.
25:40Sehingga hubungan acuan BI rate kita.
25:42Anda berpikir bagaimana?
25:43Supaya win-win solution juga.
25:46Menurut saya ini kan ada forum yang sangat strategik dan ideal.
25:51Untuk bisa menyembatani tadi konsen-konsen dari teman-teman pebisnis.
25:56Khususnya untuk kelompok UMKM atau middle class ini.
26:00Itu melalui jalur KSSK.
26:03Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
26:06Di mana membershipnya adalah Kementerian Keuangan dan juga Bank Indonesia.
26:12Ditambah dengan OJK dan LPS.
26:15Tapi spesifik saya ingin adres untuk Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan.
26:20Sebagai otoritas fiskal.
26:22Tadi mengulang statement saya sebelumnya.
26:24Bahwa dari sisi kebijakan monitornya sudah dikerjakan dengan baik.
26:29Nah sekarang tinggal dari sisi fiskal polisenya.
26:32Tinggal 3 bulan ini bagaimana lihat kita posture APBN kita.
26:36Apakah masih ada space atau ruang untuk memberikan semacam insentif ya stimulus.
26:43Dari jalur fiskal.
26:44Salah satunya adalah dari jalur tadi.
26:46Relaksasi pengenaan tarif pajak.
26:50Apakah itu BPN blablabla.
26:52Spesifik untuk teman-teman UMKM.
26:55Sebetulnya itu masih masuk diskresi kebijakan dari Kementerian Keuangan.
27:01Itu Direktur Rajendral Pajak ya.
27:03Tentu dengan melihat.
27:04Menurut saya apa yang disampaikan Budha itu betul.
27:07Sekiranya lah.
27:08Saya selalu menggunakan istilah matematika ekonomi.
27:11Ketika rate pajak untuk teman UMKM itu bisa di adjust.
27:15Tadi yang thresholdnya 4,8 miliar.
27:18Kemudian di upgrade menjadi.
27:19Atau disesuaikan dengan kondisi sekarang ini.
27:22Tentu ini memberikan satu.
27:24Kelunggaran nafas lebih panjang bagi teman-teman UMKM.
27:28Sehingga mereka tetap running, mereka tetap beroperasi.
27:32Yang nanti ujung-ujungnya secara akumulatif.
27:34Secara summary.
27:36Itu income dari TKN akan tambah juga.
27:39Akan besar juga.
27:40Jadi intinya gini.
27:41Per individu pelaku UMKM saya berkorban.
27:44Katakanlah ini saya menggunakan numerik rupiah.
27:46Saya berkorban 10 rupiah.
27:48Saya kehilangan pajak 10 rupiah.
27:50Tetapi kan UMKM itu terus bekerja bergulir.
27:53Dan memberikan multi player efek yang luar biasa.
27:55Terutama terhadap lapangan kerja.
27:57Kan nanti ujung-ujungnya kalau UMKM itu bekerja optimal.
28:00Saya kumpulan pajak yang saya peroleh dari teman-teman UMKM itu.
28:05Itu kan lebih besar.
28:06Ketimbang saya tetap mempertahankan threshold yang tadi saya sampaikan Budha.
28:11Tetap 4,8 miliar itu.
28:13Jadi logika matematika ekonomi ini yang kadang-kadang dalam situasi tertentu boleh dimainkan.
28:19Kalau di kegiatan dunia usaha itu kita biasa.
28:22Di sini saya merugi, gak apa-apa.
28:24Tapi di sisi kanan saya tetap cuan.
28:26Ini bahasa teman-teman.
28:27Saya mengalami hal itu.
28:29Real.
28:30Mungkin diskusi seperti ini bisa di-capture.
28:34Bisa ditangkap sama teman-teman Kementerian Keuangan.
28:37GIKU Direktur Ajenda Pajak.
28:39Untuk tadi.
28:40Agar teman-teman UMKM khususnya yang jumlahnya sangat banyak.
28:43Atau hanya 65,5 juta atau berapapun.
28:45Dan itu berkontribusi kurang lebih terhadap hampir 90% total PDB kita.
28:51Perlu untuk diberikan atensi spesial.
28:53Karena situasinya memang saya ingin mengatakan sedang tidak baik-baik saja.
28:58Oke, oke. Nah itu dia.
28:59Lantas bagaimana harapan dari pelaku usaha sendiri, Budewi?
29:02Kalau melihat kondisi yang tadi.
29:04Kolaborasi kebijakan monitor fiskal.
29:07Kemudian Anda katakan tadi dengan suku bunga cuan.
29:09Kita juga butuh bahan bakar lagi untuk bisa menggerakkan ekspansi bisnis UMKM.
29:14Apakah ada peluang misalnya suku bunga pinjaman yang lebih lunak atau bagaimana?
29:21Ya itu sudah pasti ya.
29:22Tapi kan kur itu kan platformnya terbatas.
29:25Kurnya itu platformnya terbatas.
29:27Jadi model-model pinjaman yang sifatnya jangka pendek.
29:32Seperti supply chain financing.
29:34Itu juga sesuatu yang sedang kami garap.
29:37Sedang kami perjuangkan agar makin banyak tersedia di pasaran.
29:42Karena kan salah satu masalah UMKM ini kan dana talangan.
29:47Karena kalau sudah masuk B2B atau ekspor.
29:50Produksinya sekarang dibayarnya 60 hari lagi.
29:53Jadi urusan-urusan seperti ini kan banyak.
29:57Dan jadinya kita itu sebenarnya butuh produk-produk pinjaman yang bisa cuma 3 bulan, 90 hari.
30:06Dengan tarif yang jangan mehong seperti sekarang.
30:10Jatohnya bisa 2,5% sebulan gitu ya.
30:13Kadang ada yang 3% sebulan walaupun bayarnya cuma 9% jatohnya karena minjem 3 bulan.
30:19Tapi kalau ditarik per tahun itu sebenarnya rate yang sangat tinggi.
30:24Nah kita pengennya ya ada pilihan yang suku bunganya itu kos-kosnya ekonomis.
30:31Tapi juga tenornya bisa pendek untuk melancarkan jadi oli di rantai pasok.
30:38Karena rantai pasok kita ini juga mahal ya.
30:41Membuat operasi itu menjadi melakukan sesuatu tuh mahal di sini gitu ya.
30:49Saya juga ngajar di FPUI ada mahasiswa dari mainland China di kelas saya.
30:55Dia bilang saya kaget pas datang ke Indonesia itu semuanya mahal.
30:59Dia bilang di China di negara saya padahal pendapatan masyarakatnya lebih tinggi.
31:04Pendapatan per kapitanya lebih tinggi di China.
31:07Tapi kenapa banyak produk bisa jauh lebih murah di sana.
31:11Jadi ada transaksi biaya transaksi itu tinggi.
31:16Salah satunya PPN itu jadi misalnya ada perusahaan kayak saya yang omsetnya 10M gitu.
31:22Terus dibeli sama perusahaan menjual ke perusahaan lain yang omsetnya 12M gitu.
31:27Harga kami sebenarnya 100.
31:30Tapi klien saya harus bayar ke saya ditambah 11% kan gitu kan.
31:36Itu kan jadinya membuat transaksi antar UKM yang masih berjuang ini jadi mahal gitu.
31:45Nah jadinya buat apa kan sayang 11% itu jangan anggap remeh ya.
31:49Dibayar dari klien ke kita itu kalau misalnya bisa diputerin untuk bonus karyawan.
31:53Untuk promosi dan lain-lain.
31:55Itu sangat sangat sangat sangat berarti.
31:58Kadang-kadang profit margin kita tuh net-net akhir tahunnya jadi tinggal 5% 6%.
32:03Jadi kalau misalnya gak ada PPN 11% untuk sesama UKM ini.
32:08Itu jelas-jelas akan sangat membantu gitu.
32:12Sekarang lagi sesak nafas ini kita gitu loh.
32:15Jadi biar bisa nafas dikit gitu.
32:17Bisa gak ya itu dinaikin jadi batas wajib mood PPNnya itu tuh dinaikin.
32:22Jadi 15M lah minimal gitu.
32:24Baik-baik itu dia beberapa hal yang diharapkan memang bisa terwujud.
32:28Begitu dari masa transisi nanti ke pemimpinan nasional kita.
32:31Begitu di saat-waktu terakhir.
32:32Dengan ruang fiskal yang juga diharapkan masih tetap tersedia.
32:35Begitu yang sampaikan Pak Rian Kirianto tadi.
32:37Baik Pak Rian, Ibu Dewi sekali waktu terbatas ini.
32:40Terima kasih banyak atas diskusi yang sudah disampaikan.
32:42Insight dan juga update terbaru ya terkait dengan kondisi dunia usaha.
32:45Dan juga dengan ditahannya cukup pengacuan BI rate begitu di level 6%.
32:49Sampai berjumpa kembali dan salam sehat.
32:51Rian, terima kasih Ibu Dewi.