Lewati ke pemutarLewatkan ke konten utamaLewati ke footer
  • kemarin dulu
JAKARTA, KOMPAS.TV - Sejumlah kasus kekerasan seksual yang melibatkan dokter terjadi sepanjang Maret hingga April 2025. Lokasinya tersebar mulai dari Bandung, Garut, hingga Malang.

Dirjen Kesehatan Lanjutan Kemenkes, Azhar Jaya melihat ada yang perlu dibenahi dari rentetan kejadian ini. Perlu ada kerja sama antara Kemenkes, Kemendikti, hingga IDI untuk membina.

"SOP ini dalam tanda kutip terus dievaluasi bahkan diakreditasi dinilai termasuk prosedur patient safety itu jadi komponen yang utama daripada akreditasi rumah sakit. Namun demikian, dengan kejadian seperti ini kami melihat ada suatu celah yang harus diperbaiki dari suatu standar. Inilah yang kami akan benahi," katanya.



Di sisi lain, Azhar menegaskan bahwa masih banyak dokter yang memegang teguh etika dan profesionalisme.




Selengkapnya saksikan di Program Dipo Investigasi KompasTV.

Link: https://www.youtube.com/live/zEEZUG9KVXM?si=6h0TPslXN745UvJC

Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/video/590144/kasus-pelecehan-seksual-oleh-dokter-kemenkes-akan-evaluasi-sop-dipo-investigasi
Transkrip
00:00Menurut ini, benar-benar sangat memprihatinkan dan kami menyesalkan sekali kejadian-kejadian yang berdampak bukan hanya kepada bagi peserta didik, tapi juga terutama bagi masyarakat semua.
00:18Untuk itu, kami merasa harus ada perbaikan yang serius, sistematis, dan konkret bagi pendidikan program dokter spesialis ini.
00:30Satu persatu kasus kekerasan seksual yang mencorem profesi jas putih dokter, jadi sorotan publik dan terjadi di sejumlah daerah.
00:40Perilaku memalukan ini dilakukan oleh oknum dokter spesialis hingga dokter yang tengah jalani program pendidikan dokter spesialis atau PPDS.
00:50Kasus terbaru terjadi di Jakarta Pusat, polisi menetapkan seorang dokter PPDS Universitas Indonesia, Muhammad Azwindar E. Kasatria,
00:59sebagai tersangka.
01:00Tersangka mengaku terobsesi dengan korban yang merupakan tetangga kosnya, sehingga nekat merekam korban saat sedang mandi.
01:08Atas olahnya, dokter PPDS ini telah ditahan sejak 17 April lalu.
01:12Ia dicerat undang-undang pornografi dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara.
01:17Di Bandung, Jawa Barat, seorang dokter PPDS anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Pajajaran,
01:25Piguna Anugrah Pratama, diduga melakukan pemerkosaan kepada pasien dan keluarga pasien lainnya.
01:32Dengan modus mencocokkan golongan darah korban yang merupakan keluarga pasien,
01:36dokter Piguna menginfus korban dengan cairan bius.
01:39Polisi telah menetapkan status tersangka pada 23 Maret 2025.
01:45Ia dikenakan pasal berlapis, yaitu pasal 64 KUHP,
01:50tentang perbuatan berulang dan terancam maksimal 17 tahun penjara.
01:56Kasus serupa juga terjadi di Garut, Jawa Barat.
01:59Seorang dokter kandungan melakukan pelecehan seksual terhadap pasiennya
02:03saat melakukan pemeriksaan USG atau ultrasonografi.
02:07Polisi menetapkan pelaku sebagai tersangka atas laporan dari sejumlah korban sejak 15 April 2025.
02:15Ia dijerat dengan Undang-Undang Pornografi dengan ancaman pidana, 12 tahun penjara.
02:21Sementara itu di Malang, Jawa Timur, seorang dokter berinisial IEP
02:25diduga mendatangi ruangan pasien tanpa ditemani petugas kesehatan lainnya
02:29dan melakukan pemeriksaan menggunakan stetoskop di area sensitif pasien
02:34dan diduga merekamnya.
02:36IEP dijerat Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau TPKS
02:41dengan penjara maksimal 12 tahun serta denda maksimal 300 juta rupiah.
02:48Sungguh ironis, profesi dokter yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
02:53malah membuat kegaduhan.
02:55Salah satu isu kronis yang diduga menjadi pemantik munculnya polemik dalam dunia kedokteran mencuat
03:01yakni terkait kondisi kejiwaan dokter yang tengah jalani pendidikan dokter spesialis.
03:07Berdasarkan data screening yang dilakukan oleh Kemenkes kepada 12.121 mahasiswa PPDS
03:13di Rumah Sakit Vertikal pada Maret 2024
03:15diketahui para dokter alami depresi.
03:19Sebanyak 41,7 persen dokter alami gejala depresi minimal
03:24diikuti 35,9 persen dokter yang mengalami depresi tanpa gejala.
03:3016,3 persen dokter mengejala depresi ringan,
03:334 persen gejala depresi sedang,
03:35sedangkan 1,5 persen atau 178 dokter alami gejala depresi sedang berat
03:42dan 0,6 persen atau sekitar 75 dokter dengan gejala depresi berat.
03:49Pemerintah melalui Kemendikti Saintec bersama dengan Kemenkes
03:53ambil langkah tegas agar kejadian serupa tak terulang kembali.
03:58Kewa Kemendikti Saintec bersama Kementerian Kesehatan
04:01telah membentuk komite bersama
04:03untuk menyusun perdoman pencegahan dan penanganan keterasan
04:06di pendidikan kedokteran.
04:08Itu diharapkan bisa dipastikan terjadi perubahan, terjadi perbaikan
04:13sehingga sistem pendidikan profesi dokter spesialis
04:18itu dapat berjalan dengan seharusnya.
04:21Kekerasan seksual yang dilakukan para pelaku menjadi sorotan serius,
04:25tindak pidana dan penyalahgunaan profesi dokter
04:28harus diiringi dengan sanksi hukum yang tegas
04:31demi melindungi masyarakat.
04:33Saya sudah bersama dengan Dirjen Kesehatan Lanjutan,
04:53Kementerian Kesehatan dengan Bapak Azhar Jaya, Pak Azhar.
04:56Terima kasih untuk waktunya, Pak.
04:57Pak Azhar, tanpa mengurangi rasa hormat kita dan bangga kita
05:03kepada dokter kita yang kemudian begitu banyak memberikan sumbangsi, Pak,
05:07kepada negara Indonesia, tapi kita juga saat ini
05:09tidak bisa menutup mata dengan sejumlah rentetan fenomena
05:13yang cukup memilukan, Pak.
05:14Di mana terbuka fakta bahwa sejumlah dokter spesialis kita
05:18ini melakukan tindak asusila bahkan hingga kekerasan seksual.
05:23Kemenkes melihat apa yang sesungguhnya menjadi akar persoalan, Pak?
05:26Ya, baik.
05:27Pertama, saya sampaikan dulu ya, bahwa masih banyak dokter yang memegang
05:31teguh, etika, dan profesionalisme mereka.
05:34Tapi memang dengan beberapa kejadian yang kemarin,
05:39kita melihat ada sesuatu yang harus kita benahi.
05:42Kalau kami melihat bahwa ini kita harus bekerjasama
05:45bukan hanya Kemenkes sendiri,
05:47tetapi juga ada Kementerian Pendidikan di situ,
05:49ada IDI dan sebagainya yang harus melihat ini secara menyeluruh
05:54dan memperbaiki itu, gitu ya.
05:55Dan salah satunya tentu adalah bagaimana kita menciptakan dokter tersebut
06:00mulai dari dia dididik sampai kemudian dia praktek bentuk pembinaannya seperti mana,
06:06itu yang harus kita evaluasi kembali.
06:07Oke.
06:08Karena kalau kita lihat dari sejumlah tersangka, Pak,
06:10yang sudah ditetapkan oleh pihak kepolisian,
06:12ini cukup banyak tingkatannya,
06:14mulai dari calon dokter spesialis,
06:16bahkan dokter spesialis pun melakukan tindak asusila.
06:19Apakah ini juga dapat menunjukkan, Pak,
06:22bahwa pengawasan di tingkat rumah sakit memang masih kurang?
06:26Setiap rumah sakit punya SOP,
06:28dan ini SOP ini dalam tanda kutip terus dievaluasi,
06:32bahkan diakreditasi, dinilai,
06:34termasuk prosedur patient safety.
06:36Itu jadi komponen yang utama daripada akreditasi rumah sakit.
06:39Namun demikian, dengan kejadian seperti ini,
06:42kami melihat ada suatu celah, ya,
06:44yang harus diperbaiki dari suatu standar yang ada.
06:48Nah, inilah yang kami akan benahi.
06:49Pak, kita tahu, dalam konferensi pers gabungan
06:52yang dilakukan oleh Kemenkes,
06:53Kemendikti Saintec,
06:54sama juga dengan sejumlah stakeholder lainnya,
06:57ada evaluasi yang secara tegas
06:59sudah disampaikan oleh Menteri Kesehatan kita,
07:02Pak Budi Gunadisadikin.
07:03Yang pertama adalah terkait dengan tes psikologi, Pak,
07:05yang kemudian akan dilakukan
07:07untuk calon peserta PPDS.
07:10Kan bukankah ini sebetulnya sudah pernah dilakukan
07:12atau sudah lama dilakukan juga jadi standar, Pak?
07:14Ya, jadi begini.
07:16Ini ada beberapa senter, senter pendidikan
07:18yang sebelum menerima PPDS,
07:20mereka sudah melakukan tes namanya MMPA, kan?
07:23Ini salah satu tes yang diakui dunia
07:25untuk mendeteksi bagaimana kondisi psikologis seseorang,
07:29termasuk dalam hal ini,
07:30kerentanan, ya, etikanya,
07:33dan sebenarnya itu sebenarnya bisa dideteksi.
07:34Nah, tetapi tes ini,
07:36itu masih dalam tanda kutip,
07:38kita belum tahu nih, ya,
07:39apa, kualitasnya seperti apa.
07:42Kan begitu, ya.
07:43Nah, berhubung kami rumah sakit Kemenkes,
07:45mempunyai tenaga juga yang cukup handal itu,
07:49maka kami akan mengadakan
07:50saringan tes yang kedua, gitu ya.
07:52Sehingga kami ingin lebih firm, ya,
07:54orang yang bekerja di rumah sakit, ya,
07:56itu dalam tanda kutip,
07:58mengikuti tes kejiwaan ini sekali lagi,
08:00sehingga kita bisa mendeteksi ulang
08:03kalau misalnya memang ada hal-hal
08:05yang harus kita perbaiki
08:06atau pembinaan daripada resident tersebut.
08:08Oke, ini juga yang menjadi pekerjaan rumah, ya, Pak, ya,
08:10bagi Kemenkes ada juga sejumlah pihak terkait.
08:12Pak, dalam konfensi perspazar juga menyebutkan
08:15seorang pasien itu memiliki hak tolak
08:18ketika dilakukan pemeriksaan oleh seorang dokter,
08:21baik itu dokter umum ataupun dokter spesialis
08:24dengan melawan jenis,
08:25jika tidak didampingi, itu boleh ditolak, Pak.
08:28Mungkin bisa dijelaskan kepada kami dan juga publik,
08:30apa sesungguhnya hak-hak yang bisa dilakukan oleh pasien
08:33agar terhindar, Pak, dari perilaku-perilaku
08:35yang tentu tidak kita harapkan terjadi.
08:38Ya, pertama, hak-hak pasien rumah sekitulah dijamin, ya.
08:42Ada lagi di dalam standar akreditasi,
08:44kalau nggak salah ada 7 atau 8, ya.
08:46Pertama, dia berhak untuk mendapat penjelasan.
08:49Seharusnya, seorang dokter sebelum melakukan suatu tindakan,
08:52dia mendapatkan penjelasan dulu.
08:54Pak, ini yang akan kami lakukan,
08:56prosedurnya seperti ini,
08:57mohon maaf, nanti misalnya
08:58ada hal baju yang harus dibuka dan sebagainya,
09:01itu maksudnya apa?
09:03Itu harus dijelaskan terlebih dahulu.
09:04Terus, kedua, pasien juga boleh meminta alternatif
09:08kalau dia tidak mau prosedur seperti itu.
09:11Misalnya, Pak, Bapak harus dioperasi.
09:13Oh, saya merasa nggak nyaman kalau dioperasi.
09:16Gimana kalau itu hanya dilakukan tindakan yang bersifat sportif?
09:19Boleh juga, itu hak pasien.
09:20Terus, ketiga, pasien juga berhak untuk,
09:23misalnya nih, mengganti dokter.
09:25Pak Azhar, selain hak pasien yang mungkin perlu disosialisasikan,
09:32adalah hak dari calon dokter spesialis dan juga dokter spesialis.
09:35Karena kalau kita lihat dari sejumlah kasus kekerasan seksual,
09:39beragam modusnya, Pak.
09:40Tapi ada satu modus yang kemudian saya soroti,
09:42itu menggunakan obat penenang midazolam.
09:45Kalau kita lihat di RSHS Bandung,
09:48bahkan seorang calon dokter spesialis menggunakan obat penenang tersebut.
09:51Pertanyaan saya sederhana, apakah seorang calon dokter spesialis
09:54berhak memiliki akses untuk kemudian mengakses obat tersebut, Pak?
09:58Oke.
09:59Saya katakan, ya,
10:01dia seorang dokter residen, PPDS,
10:04dia mempunyai hak untuk mengakses tersebut.
10:06Tetapi, ada tetapinya,
10:08itu dipergunakan di dalam rangka, di ruangan.
10:11Di dalam ruangan?
10:12Iya.
10:13Jadi kalau ada dokter residen bawa-bawa obat,
10:16ini mohon maaf,
10:17bawa-bawa spesimen gitu ya ke laboratorium,
10:20mohon maaf,
10:21itu di luar yang seharusnya.
10:24Nggak boleh.
10:26Kita tahu di Garut,
10:28ternyata yang melakukan kekerasan seksual adalah
10:30dokter spesialis kandungan.
10:33Apa evaluasi kemenkes?
10:34Pengawasan seperti apa yang kemudian
10:36akan dilakukan kemenkes untuk dokter spesialis
10:39agar peristiwa serupa tidak kembali terulang?
10:42Iya.
10:43Ini sebenarnya,
10:44istilahnya nggak adil juga ya,
10:47kalau misalnya semuanya dibalikan ke kemenkes.
10:49Ini semuanya masyarakat juga,
10:51IDI juga punya pelan di situ.
10:53Untuk membuat efek jeras,
10:55sekarang di kemenkes ini,
10:56khususnya di Jendakes itu ada namanya
10:58sistem SISDMK,
11:00sistem informasi sumber daya kesehatan.
11:03Di situ ada logbooknya tuh.
11:05Nah, dengan demikian,
11:06maka seorang dokter kalau melakukan tindakan yang kurang terpuji,
11:09dia akan berpikir dua kali.
11:10karena ada rapotnya sekarang.
11:11SISDMK
11:13SISDMK
11:15SISDMK
11:17SISDMK
11:19SISDMK

Dianjurkan